UU
No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
mengatur kegiatan bisnis yang baik dalam arti tidak merugikan pelaku usaha
lain. Monopoli tidak dilarang dalam ekonomi pasar, sejauh dapat mematuhi
“rambu-rambu” atau aturan hukum persaingan yang sehat. Globalisasi ekonomi
menyebabkan setiap negara di dunia harus “rela” membuka pasar domestik dari
masuknya produk barang/jasa negara asing dalam perdagangan dan pasar bebas.
Keadaan ini dapat mengancam ekonomi nasional dan pelanggaran usaha, apabila
para pelaku usaha melakukan perbuatan tidak terpuji.
Pengaturan
hukum persaingan usaha atau bisnis melalui UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (LN 1999 No. 33, TLN No.
3817) diberlakukan secara efektif pada tanggal 5 Maret 2000 merubah kegiatan
bisnis dari praktik monopoli yang terselubung, diam-diam dan terbuka masa orde
baru menuju praktik bisnis yang sehat. Pemberlakuan UU No. 5 Tahun 1999 selama
ini perlu dilakukan kaji ulang, guna mengetahui implikasi penerapan kompetisi
yang “sehat” dan wajar di antara pengusaha atau pelaku usaha dalam sistem
ekonomi (economic system) terhadap demokrasi ekonomi yang diamanatkan Pasal 33
UUD 1945.
Kegiatan yang Dilarang :
1.
Monopoli
Monopoli adalah
pengadaan barang dagangan tertentu sekurang-kurangnya sepertiganya dikuasai
oleh satu orang atau kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan.
2.
Monopsoni
Monopsoni adalah
keadaan pasar yang tidak seimbang dan dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni
yang terbatas pada seorang pembeli.
3.
Penguasaan pasar
Penguasaan pasar merupakan proses, cara, atau
perbuatan menguasai pasar yang berupa:
a)
Menolak dan atau
menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada
pasar bersangkutan
b)
Menghalangi
konsumen untuk melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaing pada pasar
bersangkutan
c)
Melakukan praktik
diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu
4.
Persengkongkolan
Persekongkolan
berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada beberapa bentuk
persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai
Pasal 24, yaitu sbb:
5.
Jabatan rangkap
Seseorang yang
menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap
menjadi direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan
apabila:
a)
Berada dalam
pasar bersangkutan yang sama
b)
Memiliki
keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha
c)
Secara bersama
dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu yang dapat
menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
6.
Pemilikan saham
Pelaku usaha
dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan
kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau
mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut
mengakibatkan persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan
posisi dominan (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
7.
Penggabungan,
peleburan, dan pengambil alihan
Dalam menjalankan
perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum,
yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan
mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan ,
peleburan, dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan
tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28).
Hanya
penggabungan yang bersifat vertikal yang dapat dilakukan sesuai dengan UU Nomor
5 Tahun 1999 Pasal 14.
Perjanjian yang di larang
·
Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah
sedikit sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka:
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha dengan secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa
Pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang atau jasa bila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
·
Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk
tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak menjual setiap barang dan atau
jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut berakibat:
merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain
membatasi pelaku usaha lain dalam menjaul atau membeli setiap barang dan atau
jasa dari pasar bersangkutan.
·
Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu
barang atau jasa.
·
Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang
lebih besar dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap
perusahaan atau peseroan anggotanya yang bertujuan mengontrol produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa.
·
Oligopsoni
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan menguasai pembelian atau penerimaan pasokan secara bersama-sama agar
dapat mengendalikan harga barang atau jasa dalam pasar ybs.Pelaku usaha dapat
diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan
pasokan apabila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
>75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
·
Integrasi vertical
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai produksi sejumlah produk yang
termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana
setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan baik
dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
·
Perjanjian
tertutup
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok
atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau
tempat tertentu.
Hal-Hal yang Dikecualikan dari Undang-Undang
Anti Monopoli
·
Perjanjian yang
dikecualikan
·
Perjanjian yang
berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual, termasuk lisensi, paten, merk
dagang, hak cipta, desain produk industry, rangkaian elektronik terpadu, dan
rahasia dagang
·
Perjanjian yang
berkaitan dengan waralaba.
·
Perjanjian penetapan
standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau
menghalangi persaingan
·
Perjanjian dalam
rangka keagenan yang isisnya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali
barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah dari harga yang telah
dijanjikan.
·
Perjanjian kerja
sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas.
·
Perjanjian
internasional yang telah diratifikasi oleh pemerintah
·
Perbuatan yang
dikecualikan
·
Perbuatan pelaku
usaha yang tergolong dalam pelaku usaha
·
Kegiatan usaha
koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggota
Perbuatan dan atau perjanjian yang dikecualikan
·
Perbuatan atau
perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
·
Perbuatan dan
atau perjanjian yang bertujuan untuk ekspor dan tidak mengganggu kebutuhan atau
pasokan dalam negeri
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
KPPU adalah
sebuah lembaga yang mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya
melakukan praktik monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat.
Hal ini diatur
dalam UU Nomor 5 Tahun 1999. Tugas dan wewenang KPPU antara lain :
·
Melakukan
penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat oleh pelaku usaha
·
Melakukan
penilaian terhadap kegiatan usaha / tindakan pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan usahanya
·
Mengambil
tindakan sesuai dengan wewenang komisi
·
Memberikan saran
dan pertimbangan kebijakan pemerintah terhadap praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat
·
Menerima laporan
dari masyarakat/pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat
·
Melakukan
penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha/tindakan pelaku usaha yang dapat
menimbulkan praktik monopoli / persaingan usaha tidak sehat
·
Melakukan
penyelidikan/ pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli/ persaingan
usaha tidak sehat yang dilaporkan masyarakat atau pelaku atau yang ditemukan
oleh komisi sebagai hasil dari penelitiannya
·
Memanggil dan
menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui
pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
·
Meminta bantuan
penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang
yang tidak bersedia memenuhi panggilan komisi
·
Menjatuhkan
sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan undang-undang ini.
Sanksi
1.
Sanksi
administrasi
Sanksi ini dapat
berupa penetapan pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal,
perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan
pembatalan atas penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan badan usaha,
penetapan pembayaran ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu milyar
rupiah atau setinggi-tingginya 25 milyar rupiah.
2.
Sanksi pidana
pokok dan tambahan
Sanksi ini
dimungkinkan bila pelaku usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan
pihak luar negeri, melakukan monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, posisi
dominan, pemilikan saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
dikenakan denda minimal 25 milyar rupiah dan setinggi-tingginya seratus milyar
rupiah, sedangkan untuk pelanggaran mengenai penetapan harga, perjanjian
tertutup, penguasaan pasar dan persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda
minimal lima milyar rupiah dan maksimal 25 milyar rupiah.
Pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran berat dikenakan pidana tambahan sesuai dengan Pasal 10
KUH Pidana berupa:
a)
Pencabutan izin
usaha
Larangan kepada
pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang
ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris minimal dua tahun dan
maksimal lima tahun
b)
Penghentian
kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak
lain.
Referensi :